Menurut Harian Ekonomi Tiongkok, pemerintah Indonesia hari Senin (27/3) secara resmi melayangkan protes tertulis kepada WTO terkait penerapan bea masuk anti-dumping terhadap produk biodiesel yang diekspor ke pasar Uni Eropa dan AS.
Menteri Perdagangan Indonesia Engartiasto Lukita menyatakan, pemerintah Indonesia selalu menentang tingginya tarif bea masuk yang dikenakan Uni Eropa dan AS terhadap produk biodiesel Indonesia, khususnya minyak sawit. Lukita menganggap itu merupakan tanda-tanda penyalahgunaan metode kebijakan persetujuan anti-dumping WTO. Terkait hal ini, pihak Indonesia telah mengirim surat kepada Parlemen Eropa, Kementerian Perdagangan AS dan Komisi Perdagangan Internasional AS. Indonesia meyakini bahwa Komisi Eropa sebagai otoritas penyelidikan melakukan kesalahan dalam penghitungan nilai pasar dan profit margin, sehingga menyebabkan eksportir biodiesel asal Indonesia dikenakan bea masuk anti-dumping yang tinggi.
Menurut penjelasan, Uni Eropa telah menaikkan bea masuk anti-dumping terhadap Indonesia pada tahun 2013, yakni dari 8,8 persen menjadi 23,3 persen, ini berarti Indonesia harus membayar lebih 102 Euro untuk setiap ton minyak sawit yang diekspor. Kemudian AS menyusul langkah Uni Eropa dengan menaikkan bea masuk anti-dumping terhadap Indonesia, yakni dari yang sebelumnya 8,8 persen menjadi 20,5 persen. Menurut statistik pihak Indonesia, nilai total ekspor produk biodiesel dari Indonesia ke Uni Eropa telah anjlok dari 635 juta dolar Amerika pada tahun 2013 menjadi 9 juta dolar Amerika pada tahun 2016.